Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara. Kenyataan menunjukkan bahwa cadangan energi fosil yang dimiliki Indonesia relatif kecil dibandingkan dengan cadangan dunia. Sementara itu, konsumsi energi terus meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang menyebabkan masalah penyediaan energi di masa mendatang.
Potensi energi terbarukan sangat besar seperti biodiesel, bioethanol, panas bumi, energi surya, energi angin, energi samudera, namun saat ini pemanfaatannya masih sangat kecil. Hal ini terutama disebabkan harga energi terbarukan belum kompetitif bila dibandingkan dengan harga energi fosil. Belum kompetitifnya harga energi terbarukan disebabkan di antaranya oleh penerapan kebijaksanaan harga energi yang selama ini diberlakukan. Perberlakuan kebijakan subsidi harga energi yang cukup lama, menyebabkan pula pemakaian energi di semua sektor relatif tidak efisien.
Disisi lain cadangan minyak bumi yang semakin berkurang, sehingga perlu sumber energi alternatif selain energi yang bersumber dari energi fosil yaitu renewable energy. Salah satu sumber energi yang saat ini sedang dikembangkan adalah bahan bakar bio-diesel.
Ethanol yang lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama “Alkohol” yang mempunyai rumus kimia C2H5OH mempunyai ciri khas cairan yang jernih (tidak berwarna), mudah menguap, dapat terbakar dan berbau khas alkohol dan digunakan sebagai pelarut paling penting sesudah air.
Ethanol yang diproduksi di Indonesia mayoritas masih digunakan oleh industri minuman dan juga industri lain yang menggunakan ethanol sebagai bahan baku pelarut. Berikut merupakan perincian industri yang menggunakan ethanol sebagai bahan bakunya:
Produksi Ethanol
Perkembangan produksi ethanol Indonesia dari periode tahun 2003 s.d. 2005 terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3% per tahun. Pada tahun 2003 produksi ethanol sebesar 158.308 KL dan meningkat menjadi 167.984 KL di tahun 2005.
Ekspor – Impor
Perkembangan volume ekspor ethanol Indonesia selama periode tahun 2000 s.d. 2004 berfluktuasi dengan menunjukan trend yang menurun. Pada tahun 2000 volume ekspor ethanol sebesar 36.840 KL dan menurun sebesar 39,4% di tahun 2001 menjadi 22.315 KL, ditahun berikutnya volume ekspor kembali meningkat sebesar 50,4% menjadi 33.572 KL. Setelah itu pada tahun 2003 s.d. 2004 volume ekspor terus menurun hingga menjadi 27.082 KL di tahun 2004.
Perkembangan volume impor ethanol selama periode tahun 2000 s.d. 2004 terus mengalami fluktasi dengan menunjukan trend yang menurun. Pada tahun 2000, volume impor ethanol 2.688 KL, setelah itu berfluktuasi dan meningkat menjadi 3.453 KL di tahun 2002. Di tahun 2003 volume impor turun drastis sebesar –99,3% menjadi hanya 23 KL, dan ditahun 2004 kembali meningkat menjadi 759 KL.
Berfluktuasi dan cenderung menurunnya trend volume impor ethanol selama periode tersebut disebabkan oleh karena mulai berkembangnya industri ethanol dalam negeri yang pada akhirnya konsumsi dalam negeri dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri sendiri.
Harga Jual
Perkembangan harga jual ethanol berdasarkan harga ekspor yang berlaku dipasaran berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Perindustrian dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2000 s.d. 2004 harga jual cenderung stabil. Kenaikan harga jual yang signifikan hanya terjadi pada tahun 2001 yang sebesar 29% menjadi Rp 3.514 per liter yang sebelumnya Rp 2.724 per liter.
Data perkembangan harga bio-ethanol nasional belum dapat dilihat, oleh karena kebijakan tentang penggunaan bahan bakar nabati baru dikeluarkan pada tahun 2006. Namun saat ini Pemerintah sudah mengkomersialkan penggunaan bahan bakar bio-premium dengan pilot project berada di daerah Jawa Timur, harga jual yang ditetapkan adalah Rp 4.500,- per liter dengan kadar ethanol sebesar 5%.
Berdasarkan data yang didapat dari ethanol market, perkembangan harga ethanol (fuel grade) di Amerika Serikat sejak Mei 2005 s.d. Januari 2007 menunjukan trend yang berfluktuasi. pada Januari 2007 harga ethanol berada di posisi 215,07 cents per gallon (cpg). Berikut merupakan grafik perkembangan harga ethanol (fuel grade) di Amerika Serikat:
Dengan harga jual di pasar Amerika Serikat yang sebesar 215,07 cpg, maka setelah di konversi didapatkan harga jual sebesar $ 568 per KL, dan jika di konversi ke kurs Rupiah maka nilai yang didapat adalah sebesar Rp 5.114 per liter.
TEKNOLOGI PRODUKSI ETHANOL
Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase.
Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.
Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
Pengaturan pH optimum enzim
Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum.
Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol).
Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.
PERALATAN PROSES
Adapun rangkaian peralatan proses adalah sebagai berikut:Peralatan penggilinganPemasak, termasuk support, pengaduk dan motor, steam line dan insulasi External Heat Exchanger Pemisah padatan - cairan (Solid Liquid Separators) Tangki Penampung Bubur Unit Fermentasi (Fermentor) dengan pengaduk serta motorUnit Distilasi, termasuk pompa, heat exchanger dan alat kontrolBoiler, termasuk system feed water dan softenerTangki Penyimpan sisa, termasuk fitting Tangki penyimpan air hangat, termasuk pompa dan pneumatik Pompa Utilitas, Kompresor dan kontrol Perpipaan dan Electrikal Peralatan LaboratoriumLain-lain, termasuk alat-alat maintenance
Sumber : Migas Indonesia-Online
Selasa, 26 Februari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 komentar:
Pak Hutrema bagaimana cara saya bisa menghubungi bapak. So saya bisa berguru kepada "begawan" nya corporate finance di Indonesia ini.
Kenal pak hut pertama kali ketika menjadi rekan di sebuah kantor konsultan bereputasi internasional di Jakarta. Beliau memang begawannya corporate finance di negeri ini, semua industri yang ada di dunia ini beliau kuasai sampai sedetail-detailnya. Beliau orangnya memang low profile tetapi dibalik itu tersimpan energy yang sangat dahsyat untuk melakukan perubahan yang sangat penting di republik ini. Kapan pak saya bisa belajar dan berguru ke bapak, saya tunggu kabarnya.
tambahan pak,, sekarang lagi banyak di teliti mengenai etanol dari selulosa,,so seperti tongkol jagung,jerami padi bahkan rumput dapat dijadikan etanol
terimakasih
Posting Komentar